Thursday, June 30, 2011

 Enjoy "The Never Ending Asia" With Honda Freed PSD 1.5 AT

Day # 1 - Destination: Jakarta - Yogyakarta

Siapa yang tak mengenal kota Yogyakarta yang berada di Jawa Tengah. Kota penuh dengan budaya dan sangat kental dengan suasana tradisionalnya yang ditunjukan baik dari kehidupan masyarakat maupun dari gedung dan bangunan yang ada di tiap sudut kotanya. Bahkan, Jogja sapaan akrab kota Pelajar itu pun terkenal sebagai kotanya wisata kuliner dan juga pengrajin. 
Beruntung bagi tim BosMobil yang sempat mengunjungi kota tersebut beberapa waktu lalu, tak hanya sehari namun berhari-hari sob, mengunjungi berbagai tempat wisata yang cukup digandrungi oleh para wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Namun, lebih beruntung lagi bagi tim BosMobil, karena saat mengunjungi kota tersebut tim BosMobil sambil mengendari Honda Freed PSD yang telah dipinjamkan oleh PT Honda Prospect Motor selama beberapa waktu. Tentunya bukan hanya untuk menyusuri keindahan kota Jogja saja, namun sambil merasakan sensasi berkendara dari mobil keluarga modern keluaran Honda ini.Untuk itu langsung saja simak sedikit perjalanan tim BosMobil di hari pertama dengan si Freed di kota Jogja.Setelah mengendarai sekitar lebih dari 15 jam dari Jakarta, akhirnya jam 5:45 pagi tim BosMobil sukses menyentuh kota Jogja. Hal tersebut termasuk lama, karena saat melintasi jalur Pantai Utara keadaan bisa dibilang sangat menyebalkan, selain penuh dengan hiruk pikuk lalu lintas yang padat juga sangat macet dengan adanya pembangunan jalan yang mengharuskan kami ekstra sabar menanti giliran jalan, yang dikarenakan jalur yang digunakan bergantian dengan lawan arahnya, belum lagi dengan cuaca yang sedikit-sedikit menangis alias hujan … 
Tapi beruntung karena kami mengendarai kendaran MPV yang sangat nyaman. Selain tak terlalu lelah layaknya mengendarai kendaraan manual, tingginya tingkat kenyamanan di dalam Honda Freed juga cukup membuat kami tak banyak mengeluh, adanya fitur entertainment layaknya audio yang lengkap membuat kami sedikit merasa lega. Selain itu, lapangnya bagian kabin membuat kami tak harus terus berlipat kaki selama dalam perjalanan. Hal ini menjadi salah satu nilai plus kami terhadap Honda Freed PSD yang dikeluarkan Honda. Kehebatan mesin 7 seater Honda Freed juga telah teruji, di putaran tinggi mesin lumayan bertenaga dan saat bermanuver di jalan bagian kaki-kaki cukup rigit sehingga terhindar dari efek limbung. Begitu juga saat melintasi beberapa jalan yang hancur di kawasan Pantura, suspensi yang cukup empuk membuat kami merasa nyaman di dalamnya.
Singkat cerita, tiba di kota Jogja kita langsung menuju penginapan untuk berisitrahat sejenak sambil merapikan barang bawaan kami. Setelah puas beristirahat, tim pun tak sabar untuk bergegas pergi menikmati suasana kota Gudeg. Namun di hari pertama ini, kami tak langsung menyusuri tempat wisata namun kami memutuskan untuk berkunjung ke beberapa workshop ternama yang ada di kota ini. Jogja yang juga merupakan kota pengrajin ternyata tak hanya kaya dengan barang hasil kerajinannya layaknya batik, pernak-pernik dan lain sebagainya namun juga kaya dengan para pengrajin modifikasi mobil. Salah satu workshop atau pengrajin mobil yang cukup memiliki nama besar dikancah dunia modifikasi adalah Kupu-Kupu Malam. Bertempat di Jl. Magelang tepatnya di KM 4,5 No. 50 showroom Kupu-Kupu Malam sering kali menjadi acuan bagi para modifikator yang ingin merubah tampilan kendaraanya. Workshop yang telah berdiri sejak tahun 2005 ini awalnya hanya menjajakan parts variasi mobil saja, namun akhirnya Kunto Wibisono yang memiliki ide cemerlang dan pemikiran inovatif mengembangkannya menjadi rumah modifikasi atau lebih sering disebut sebagai pengrajin mobil.Setelah puas berbincang-bincang dan melihat showroom Kupu-Kupu Malam, tim pun segera masuk ke dalam Freed untuk melanjutkan perjalanan kesalah satu tempat wisata yang tak jauh dari kota Jogja, Candi Prambanan. Bertempat di jalan Raya Solo atau lebih spesifiknya di desa Prambanan yang wilayahnya dibagi antara kabupaten Sleman dan juga Klaten. Untuk menempuhnya dari Jogja maupun dari workshop Kupu-Kupu Malam terbilang cukup mudah, tinggal mencari jalan utama kearah Solo lalu mengikutinya saja.
Transmisi masuk ke posisi “D” si Freed pun melaju, menempuh perjalanan sekitar 30 menit menyusuri sedikit kemacetan kota Jogja dan juga lalu lalang becak yang berseliweran merupan suatu pemandangan yang jarang di temui di Jakarta terlebih tim menyaksikannya dari kaca Freed yang visibilitasnya cukup lapang. Eiitt … adanya andong yang kerap kali menjadi sarana transportasi maupun menjadi sarana hiburan bagi para pendatang makin menambah suasana tradisional kota tersebut.
Sampai di depan pintu Candi Prambanan, setelah kami membayar tiket masuk dan memarkirkan Freed di halaman muka kami pun menuju pintu loket masuk untuk membeli tiket yang dibandrol sebesar 20 ribu perorangnya. Suasana candi yang sedang mengalami renovasi itu cukup ramai dikunjungi para wisatawan yang rata-rata didominasi pelajar sekolah, baik dari Jawa Tengah sampai dari Jakarta pun banyak yang datang menggunakan kendaraan bus. 
Candi Prambanan merupakan candi Hindu terbesar di Asia Tenggara, dengan tinggi bangunan utama sebesar 47m dan memiliki 8 kuil atau candi utama juga 250 candi kecil. Tiga candi utama disebut sebagai Trisakti dan dipersembahkan kepada sang hyang Trimurti: Batara Siwa sang Penghancur, Batara Wisnu sang Pemelihara dan Batara Brahma sang Pencipta. Sayang kami tak sempat berlama-lama disana, karena sekitar beberapa menit kami menginjakan kaki di Candi yang ditemukan oleh seorang berkebangsaan Belanda, CA. Lons pada 1733 itu langit pun mulai mengeluarkan air mata alias hujan. Beberapa spot yang kami kunjungi memang masih dalam tahap renovasi, kebanyakan bangunan hancur di karenakan gempa bumi yang menghantam kota Jogja pada 27 Mei 2006 dengan kekuatan 5,9 pada skala Richter. 
Bila boleh jujur sebesarnya belum terlalu puas menelusuri Candi Prambanan, namun dikarenakan rintik hujan yang kian menderas dan juga hari yang hampir menyentuh fajar kami pun harus bergegas pergi. Masuk ke dalam MPV 7 seater Freed, tuas mengarah ke posisi D kami pun meluncur kembali ke penginapan yang berada di kawasan Malioboro. Sesampainya di sana, lagi-lagi kami merebahkan diri sejenak mempersiapkan diri untuk menelusuri kota Jogja di malam hari. Segar beristrahat, kami berselancar menggunakan Freed lagi menelusuri malam di kota ini. Hal pertama yang wajib dikunjungi para pendatang atau wisatawan bila ke kota Jogja adalah Maliboro. Hmm … hampir semua orang pasti tau Maliboro, karena tempat ini merupakan salah satu icon penting kota Yogyakarta. Malioboro merupakan surganya cinderamata khas kota Jogja, para pelancong bisa berjalan kaki sepanjang bahu jalan yang berkoridor. Banyak pedagang kaki lima yang menggelar dan menjajakan dagangannya. Mulai dari produk kerajinan lokal seperti batik, hiasan rotan, wayang kulit, kerajinan bambu juga blangkon serta barang-barang perak, hingga pernak pernik umum yang banyak ditemui di tempat perdagangan lain. Dijamin anda akan mendapatkan pengalaman yang berbeda saat berbelanja disini, bahkan jika beruntung anda bisa mendapatkan harga sepertiga bahkan setengahnya. Tim pun tak sabar menelusurinya untuk hunting beragam pernak-pernik setelah memakirkan Freed di salah satu lokasi yang tak jauh dari Malioboro, maklum di sepanjang jalan Maliboro tak ada parkir umum selain parkir kendaraan roda dua, jadi kami pun harus sedikit berputar-putar mencari lokasi parkir.Hampir dari ujung ke ujung di telusuri oleh tim Bosmobil rasanya benar-benar tak kuat bila harus semuanya di sambangi, karena selain jauhnya jarak kami juga harus berdesak-desakan ria dengan para pengunjung lainya. Namun memang ada kepuasan tersendiri bila berbelanja di sini, dan tak lengkap rasanya bila ke kota Jogja yang terkenal Gudeg sebagai makanan khasnya namun tak mampir ke Malioboro.
Selain sebagai sentra cinderamata khas Jogja, Maliboro juga merupakan salah satu tempat bersejarah di kota ini. Membentang di atas sumbu imajiner yang menghubungkan Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak Gunung Merapi, jalan ini terbentuk menjadi suatu lokalitas perdagangan setelah Sri Sultan Hamengku Buwono I mengembangkan sarana perdagangan dengan sebuah pasar tradisional sejak 1758. Setelah berlalu 248 tahun, tempat itu masih bertahan sebagai suatu kawasan perdagangan bahkan menjadi salah satu ikon Yogyakarta. Bahkan Malioboro juga pernah menjadi basis perjuangan saat agresi militer Belanda ke-2 pada 1948 dan lahan para seniman yang tergabung dalam komunitas Persada Studi Klub (PSK) pimpinan seniman Umbul Landu Paranggi semenjak tahun 1970-an hingga sekitar tahun 1990. Makanya rugi deeh kali ke Jogja namun tak mampir kesini …
 Letih dan sangat pegal itu lah yang tim BosMobil rasakan setelah puas menelusuri Malioboro, lagi-lagi kami diuntungkan dengan membawa Freed yang memiliki transmisi matik. Selain cukup irit karena tim Bosmobil sempat mencatat mendapat perbandingan 1:12 sewaktu perjalanan menuju kota Jogja, Freed juga benar-benar menjadi kendaraan yang nyaman sehingga terkesan memanjakan pengendara dan penumpangnya. Contohnya dengan fitur PSD atau Power Sliding Door yang bekerja hanya dengan menekan tuas pintu lalu pintu bergeser membuka/menutup sendiri sehingga tak perlu repot mengesernya. Begitu juga dengan model captain seatnya yang memberikan kelapangan kaki bagi para penumpangnya.Lanjut wisata malam di kota Jogja yang tak lengkap bila tak mengunjungi lokasi kuliner sederhana namun cukup popular yaitu, Angkringan. Salah satu angkringan yang terkenal adalah Angkringan Tugu, karena letaknya berada tepat di jalan samping Stasiun Tugu. Sebelumnya apa ada yang sudah tau apa itu angkringan, bila belum ada coba kita jabarkan sedikit yah …. Angkringan merupakan tempat berjualan berbagai macam makanan yang ada di hampir setiap ruas jalan dan gang Jogjakarta. Kalau boleh mendiskripsikan, angkringan itu berwujud seperti sebuah gerobak dorong yang berisi penuh makanan dan jajan, beroperasi di sore, malam dan dinihari dan menggunakan penerangan lampu senter serta temaramnya lampu-lampu mercury jalanan Jogja. Konsumen angkringan, meski sering dicap sebagai warung rendahan, pada kenyataannya terdiri dari berbagai kalangan. Mulai dari tukang becak, anak perantauan, mahasiswa, budayawan dan seniman, karyawan hingga eksekutif kadang tak sungkan menghabiskan malam untuk menyantap makanan dan minum teh jahe di Angkringan.Nah oleh karena itu pula angkringan cukup memiliki nama besar sebagai salah satu spot wisata kuliner di kota Jogja sekaligus menjadi sarana kongkow kebanyakan muda-mudi di kota ini. Menu makanan yang disajikan memang terbilang cukup enteng, salah satunya yang tenar adalah nasi kucing, nasi yang dibungkus dalam ukuran mini dan biasanya diisi sedikit lauk-pauk. Sedangkan untuk minumannya yang sangat khas adalah Kopi Jos, pasti belum ada yang tau kan apa itu kopi jos. Kopi Jos merupakan kopi hitam yang dicampur dengan arang, jangan heran sob … justru arang tersebutlah yang menjadi asal muasal nama ‘jos’ untuk kopi tersebut karena sewaktu menyelupkan arang panas ke dalam kopi tersebut terdengar suara josss…..heheheh… dan mengenai rasanya, hmmm …. Benar-benar nikmat sob….Selesai itu semua, lagi-lagi kami memasuki si kabin nyama si Freed, bukan untuk melanjutkan perjalanan namun balik ke penginapan untuk melanjutkan istirahat, mengumpulkan tenaga melanjutkan perjalan di hari kedua esok hari ….
Sumber -------------> klik disini

0 Comments:

Post a Comment




My Ping in TotalPing.com